SEKITAR KITA

Psikiater UNAIR Ungkap Generasi Milenial Rentan Alami Gangguan Mental

Diterbitkan

-

Memontum Surabaya – Generasi milenial faktanya rentan mengalami stres karena usia ini sangat dinamis dan sangat mengikuti perubahan.

Tepatnya, generasi muda atau produktif yang lahir tahun 1981-1995 atau yang sekarang berusia 24-39 tahun.

Baca Juga:

    Menanggapi hal itu, pakar kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR), dr Damba Bestari, mengatakan bahwa kesehatan mental adalah saat suatu kondisi pikiran, perilaku, dan perasaan mengalami kesejahteraan atau wellbeing,

    Sehingga, jiwa dan raga dapat berfungsi dengan baik, baik secara sosial, pekerjaan, pendidikan, dan perawatan.

    Advertisement

    “Sehat secara mental bukan suatu kondisi yang seratus persen bebas stres, itu suatu hal yang tidak mungkin, namun bagaimana cara untuk menghadapi stres itu,” ungkap dr Damba Bestari atau dr Dona sapaan akrabnya, Sabtu (31/07).

    Selain itu, dr Dona menjelaskan bahwa stres suatu kondisi yang menuntut seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap segala perubahan. Jadi sebenarnya bukan selalu hal yang negatif, tetapi juga bisa positif.

    “Pernikahan dan punya anak adalah suatu hal yang menyenangkan atau positif. Tapi itu adalah suatu perubahan besar dalam hidup, jadi itu juga disebut sebagai stressor,” jelasnya.

    Lebih lanjut, dr Dona menjelaskan stres adalah hal yang sangat penting, karena dengan adanya stres seseorang bisa menghasilkan zat kortisol dan adrenalin untuk melindungi diri agar tetap produktif.

    Advertisement

    “Misal saya disuruh mengisi webinar dengan peserta yang banyak, di situ saya ada stressor sehingga saya terpicu untuk menampilkan materi dengan sebaik mungkin,” jelasnya.

    Namun, lanjutnya lagi, ketika stressor terlalu kuat maka mekanisme otak akan kacau sehingga menyebabkan gangguan.

    Gangguan itu tidak hanya ke masalah psikis atau mental tetapi juga ke masalah tubuh. Dampak gangguan fungsi bisa setara dengan asma berat dan hepatitis B. Sementara stres atau pasca trauma setara dengan orang lumpuh.

    “Kenapa kita sering mendengar untuk menjaga imunitas tubuh kita harus pintar mengelola stres, hal itu karena kortisol dapat merusak ke tingkat seluler jika diproduksi secara berlebihan,” jelasnya.

    Advertisement

    Menurutnya, generasi milenial adalah generasi yang rentan stres, tapi mereka memiliki fleksibilitas yang masih baik, sehingga itu menjadi daya tahan mereka terhadap stres.

    Dengan semakin banyak konten media sosial yang membahas kesehatan mental, hal itu dapat meningkatkan kesadaran mereka terhadap kesehatan mental.

    Sebaliknya hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi mereka. Karena semakin tinggi kesadaran akan kesehatan mental, banyak generasi milenial yang melakukan diagnosis sendiri (self diagnosis) sehingga dapat menyebabkan Cyberchondriasis atau khawatir berlebihan terhadap suatu penyakit karena mencari info kesehatan melalui internet, bukan langsung datang ke profesional.

    “Meskipun saya psikiater, tapi saya tidak mendiagnosis diri sendiri, jadi harus melalui konfirmasi orang lain, karena ada yang namanya distorsi kognitif atau unsur emosional yang cenderung melebihkan atau mengurangi gejala,” terangnya

    Advertisement

    Sementar itu, ia berpesan datang ke profesional seperti psikiater atau psikolog tidak harus saat sakit, namun jika hanya ingin mengobrol atau curhat itu sangat diperbolehkan.

    Selain profesional, ada orang lain yang dapat membantu seperti keluarga, teman, dan support group.

    “Kalau pada saat darurat tengah malam, Anda bingung cerita ke siapa, sekarang ada banyak platform kesehatan mental yang tersedia 24 jam, Anda bisa memanfaatkan itu,” ujar Dona. (ade/ed2)

    Advertisement
    Advertisement
    Click to comment

    Tinggalkan Balasan

    Terpopuler

    Lewat ke baris perkakas